Senin, 18 Mei 2015

Arnold Sonang Siregar Bercerita



****** UJIAN MENYANYI ******

Ketika akan ujian kenaikan kelas di kelas 3 SD Negeri 28 Pematang Siantar, bapak guru kami
Aku yang sebangku dengan sobatku Minten Saragih yang sekarang memimpin Partuha Maujana Simalungun, mulai gelisah saat giliran sudah semakin dekat karena kami berdua memang jeblok dalam hal tarik suara.
Dan.. saat tiba giliran ku, pak guru berkata :
"Sekarang giliran penyanyi kita..Arnold Siregar untuk menyanyikan lagu kesayangannya... mari kita beri tepuk tangaaaaannn...!!"
Lututku sudah bergetar sehingga terasa begitu berat untuk melangkah.. keringat sudah menganak sungai dan telah membasahi baju dibagian punggung.
Sesampainya didepan, aku coba sekilas memperhatikan seluruh kelas,,, dan ternyata semua mata mereka menatap padaku.. membuatku semakin grogy,,, bahkan nyaris klenger..
"Mampuslah aku ini.. lagu apa pulalah yang mau kunyanyikan..?.. sudahlah.. nyanyikan lagu .. yang cepat selesainya saja.." kata bathin ku.
Lalu aku mulai menyanyi dengan tatapan mata mengarah kelangit-langit kelas.. :
"Padamu negri... kami berjanjiii..." (Huuuuuuuhhh... macam koor sajalah terdengar suara kawan sekelas meneriaki karena aku menyanyikan lagu kebangsaan disamping suaraku yang fibrasinya tak beraturan karena menggigil).
Kulanjutkan lagi :
Pada mu negri kami berbaktiii...
Sudah semakin tak karu-karuan suara ku.. dan.. di sudut mataku saat ini telah mulai mengambang dua tetes air... kemudian lanjut lagi ...:
Pada mu negri...kami mengabdiii...
Tiba-tiba si Hotden Simarmata berteriak nyaring :
"Ro ho Udaaaaaannn.....!!!" (maksdunya.. turun kau hujannn..)
"Huaaaaaaa..... huuuaaaaaaa.... huuuaaaaaa...!!" langsung aku menagis sejadi-jadinya..dan tak melanjutkan nyanyian.
Pak guru yang memang duduk persis disamping ku, jadi tidak memperhatikan mimik wajahku yang saat menyanyi tadi sudah menunjukkan gejala komat-kamit akan menangis, sehingga beliau begitu terkejut saat mendengar tangisan ku.
"Loh..loh...looohh... apanya kau ini Arnolllldd.. nggak ada angin.. nggak ada hujan.. koq tiba-tiba menangis pula kauuu...ooohhh... kalau dikamar mandi suara nyanyian mu yang paling nyaring terdengar... sana... balik kebangku mu... ponten tiga lah kau ku bikin.."
Langsung aku melangkah kebangku ku dengan sesenggukan..
(Biarlah ponten tiga pak guru.. asal jangan ada siaran ulangaaaann...)
pak Nasution mengujikan praktek bernyanyi yang digilir mulai dari meja kiri paling depan dan seterusnya.
 
PISANG SEMBARANGAN ******

Aku teringat saat masih bekerja dikebun dulu ketika ada karyawan yang mayoritas suku Jawa, saban mengadakan pesta (Sunat anak atau unduh mantu), selalu ada saja pisang beberapa tandan yang digantungkan disekeliling teratak, dan umumnya adalah pisang warangan ataupun pisang banten kesukaan ku, terkadang saking lahapnya memakan pisang banten tersebut aku jadi lupa sedang berada dimana.
Itu kisah masa bekerja, sekarang setelah pensiun, aku dan keluarga tinggal di Perumnas Simalingkar Medan.
Suatu ketika salah seorang tetangga mengadakan pesta mengunduh mantu (menikahkan anak).
Aku dan isteri berangkat ke pesta setelah usai kebaktian di gereja, dan atas kesepakatan bersama, kami tidak makan dirumah, melainkan makan di tempat pesta.
Tatkala selesai makan, tiba-tiba aku melihat didekat penerima tamu ada dua tandan pisang banten kesukaan ku yang tergantung.
"Waaahhh.... lumayan nihh... ternyata disini ada juga pisang banten... gua embat juga nihh..!!" pikir ku dalam hati.
Lalu tanpa basa-basi aku melangkah kearah sang pisang, dan setelah sampai... aku raih... aku pegang tandan sebelah bawah... lalu aku betot dua buah pisang...ternyata...
"Lhooo.. koq payaahh...??... padahal udah ranuuummm...??" keluh ku dalam hati.
"Paaakk..!! itu bukan pisang beneran pak.... itu pisang plastiiikk..!!" kata gadis penerima tamu.
"Astagaadagaaahhh....aku pikirnya pisang banten benaran... ternyata kalian bikin pisang sembarangaaaannn....!!!" kataku dongkol bercampur malu.

Langkah Kiri

Arnols Sonang Siregar


LANGKAH KIRI ******

Akhir tahun 2008.
Ketika itu aku dan anak ku si bungsu berangkat dari kebun tempat ku bekerja ke Pematang Siantar untuk bertahun baru kerumah adikku yang bungsu yang menempati rumah almarhum orangtua sekalian ziarah ke pusara ayah/ibu dan isteri ku.
Setibanya disana ternyata telah datang juga keluarga kakak dan adikku, dan ternyata mereka baru usai makan siang dengan lauk ikan mujahir goreng dengan sambal tombur kesukaan ku.
Tanpa tunggu lama segera aku duduk bersila ditikar, lalu kakak ku menyediakan makanan seporsi, ikan mujahir goreng yang begitu beraroma khas serta bumbu tombur dalam tapak, kemudian aku mulai berdoa dalam hati, namun sebelum berdoa, aku melihat empat ekor kucing adikku telah duduk dihadapanku tanpa suara, hanya matanya menatap pada ku seolah berkata : "Bagi dong oom ikannya."
Kunaikkan piring berisi ikan itu diatas paha kiri ku, lalu mulai aku berdoa dalam hati.
Namun aku jadi kurang konsentrasi dalam berdoa, karena memikirkan si kucing yang kelihatannya juga sungguh bernafsu terhadap ikan ku..
Tiba-tiba...belum selesai aku berdoa, piring diatas paha ku terguling, dan dengan refleks aku berteriak :
"Huuuusss....huuuusss.....huuuusss....!!"
Doa ku tak sampai... ikan ku sudah dilarikan salah se ekor kucing yang kemudian mereka berempat lari kearah dapur untuk saling berebut ikan mujair kesukaan ku.
Semua keluarga yang masih duduk dibagian hilir tikar pada tertawa terpingkal-pingkal.
"Kurasa bapak tadi dari kebun langkah kirilah.. makanya ikannya disambar kucing." kata anak ku disela-sela tertawanya.
"Weeeehhhh... sudah doa tak kelar...ikan pun melayang...tahankaaann.!!"
Top of Form
Bottom of Form


****** LIMAU ASAM PEMBAWA SIAL ******

Saat itu aku masih duduk dikelas 3 atau 4 SD ketika dikampung ku diadakan acara pesta ulang tahun STM jalan Patuan Nagari ujung Pematang Siantar dengan menanggap gendang batak toba.
Mulai berangkat sekolah pagi itu hati ku sudah begitu gelisah ingin segera menyaksikan acara tersebut, maklum waktu itu sangat langka untuk menyaksikan acara hiburan berhubung PLN yang belum masuk ke kampung kami.
Setibanya dirumah setelah pulang sekolah, segera aku ganti pakaian.
Celana usang yang tak berkancing lagi itu aku simpulkan kedua ujungnya agar tidak melorot serta lobang angin dikedua sisi belakang celana yang sudah bolong akibat termakan usia sehingga memperlihatkan pantat belanga legam akibat keseringan duduk membuat kotak korek api, sedangkan kaus retas hanya aku sampirkan dibahu sehingga perut buncit akibat kebanyakan cacing itu terpampang jelas, kemudian aku keluar dari rumah, lalu dihalaman rumah aku ambil asam limau yang sedang penuh dengan buah hasil tanaman ayah.
Sudah ramai orang yang melihat acara tersebut, aku lalu berdiri paling depan yang dekat dengan pentas tempat pemain musik gondang, dan kebetulan pula waktu itu seluruh pengurus dan anggota STM yang sedang menari, meminta gendang yang berjudul "M A R H U S I P", waahhh... bukan main rancaknya... yang menari rancak... yang menabuh gendang semangat hingga sampai-sampai memukul atap seng... tapi aku juga tak kalah rancaaaakkk... sambil makan limau asam... sambil bergoyang pinggul ... majuuu... munduuurr... mengikuti irama gendang dengan celana yang terkadang melorot... aku betulkan lagi... bergoyang lagi... melorot lagi... sambil terus menikmati limau asam pangka demi pangka.... dan suatu saat sedang asyiknya aku bergoyang ria,,, tiba-tiba :
"Plotaaaakkk...!!"
Aku terkesiap merasakan jitakan dikepala ku yang rada peang.
"Wadouuuhh...!!" aku spontan menjerit kesakitan seraya menoleh kepada si penjitak.. rupanya si Karlim Hutajulu, salah seorang pemuda urakan dikampung ku.
"Ngapai kau disini hahh..??, makan asam pula kau bodaaatt..!!" hardiknya
"Nengok gondang nya aku bang" jawabku dengan wajah ketakutan.
"Huuuuhhh.... menjawab lagi mulut mu.. gara-gara kau jadi sumbat serunai dan seruling mereka !!" bentak dia lagi dan akan melakukan jitakan yang kedua.
Langsung aku pakai jurus maut ku.... menangiiisss...huuuu...hik...hiiikk..
"Pigi kau dari sini cepaaattt...!!"
Aku lalu melangkah lunglai sembari sesenggukan menuju rumah ku sambil mengumpat dalam hati kepada si Karlim... kimak lah kau Karlim ,,, Jamirlakk...pacci kampaaakkk.. loccot mataaa...!!"
Rupanya si Karlim disuruh oleh pemain serunai dan pemain seruling yang terganggu melihat aku yang mengunyah limau asam, dimana air liur kedua pemain itu telah bercucuran memenuhi lubang alat musik mereka, sehingga suara alat musik mereka menjadi sumbang.
(Ahhh... gara-gara limau asam niihh... gak bisa nonton... kepala peang tambah munjung...)
 

NONTON LAYAR TANCAP PERDANA ******

Sekitar dua bulan setelah aku menjadi karyawan, suatu malam di afdeling kami diadakan hiburan karyawan berupa pemutaran filem layar tancap.
Ketika itu sangat banyak penonton, bahkan dari kampung sekitar pada datang untuk menyaksikan pemutaran filem tersebut, ada yang bawa tikar dan orang pondok membawa bangku atau kursi.
Karena banyaknya penonton, lalu aku mengeluarkan kursi dari rumah dan hanya menonton dari halaman rumah bersama dengan krani-I ku bermarga Sianipar.
Ternyata filemnya mengenai perang dunia ke-2 antara sekutu dengan Jepang.
Saat seorang militer menghadap, dia menghormat kepada komandannya, namun aku heran karena mereka menggunakan tangan kiri (kidal), demikian juga saat berperang... semuanya kidal...karena heran lalu aku berkata seolah kepada diri sendiri :
"Lho... kenapa ya militer itu menghormat dan bertempur pakai tangan kiri?, apa memang waktu perang dunia dulu semuanya menggunakan tangan kiri ya ?" aku kebingungan.
Rupanya pak Sianipar yang mendengar celotehan ku tersebut, langsung menjawab :
"Kita kan menonton filemnya dari belakang layar Regar, ya jelaaasss... gambar filemnya terbaliiiikkk...!!"
"Astagaaa ... daggaaaaa...!!!" spontan aku malu.
(Memang busyet...daahh...katanya siantar men...)